Halaman

Senin, 08 Oktober 2012

INFEKSI INTRASEREBRAL

Infeksi intraserebral merupakan suatu infeksi yang menyerang / terjadi pada otak. Infeksi sistem saraf pusat diklasifikasikan menurut jaringan yang terinfeksi dibagi menjadi dua, yaitu (1) Infeksi meningeal (meningitis) yang terutama mengenai dura (pakimeningitis) atau pia-arakhnoid (leptomeningitis), dan  (2) Infeksi serebral dan parenkim medulla spinalis (ensefalitis atau mielitis).
2.1 INFEKSI MENINGEAL (Meningitis)
A. PENGERTIAN
Meningitis adalah radang pada meningen (membrane yang mengelilingi otak dan medulla spinalis) dan disebabkan oleh virus, bakteri, atau organ-organ jamur (Brunner & Suddath. 2002. hal. 2175).
Meningitis adalah suatu infeksi atau peradangan dari meningens dan jaringan saraf dalam tulang punggung disebabkan oleh bakteri, Virus, riketsia atau protozoa, yang terjadi secara akut dan kronis (Harsono 2003).
B. ETIOLOGI
Etiologi atau penyebab dari meningitis sebagian besar disebabkan oleh bakteri, dan selebihnya disebabkan oleh virus, parasit serta jamur. Dari hasil laporan kasus, bakteri penyebab meningitis terbanyak disebabkan oleh: Hemophilus influenzae, Streptococcus pneumoniae dan Neisseria meningitidis. 
Adapun klasifikasi dari meningitis menurut Brunner & Suddath. 2002 yaitu: asepsis, sepsis dan tuberkulosa.
- Meningitis asepsis mengacu pada salah satu meningitits virus atau menyebabkan iritasi meningen yang disebabkan oleh abses otak, ensefalitis, limfoma, leukemia, atau darah diruang sub arachnoid.
- Meningitis sepsis menunjukan meningitis yang disebabkan oleh organisme bakteri seperti meningokokus, stafilokokus atau basilus influenza.
- Meningitis tuberkulosa disebabkan oleh basillus tuberkel.
Sedangkan menurut Ronny Yoes meningitis dibagi menjadi 2 golongan berdasarkan perubahan yang terjadi pada cairan otak, yaitu Meningitis Serosa/ Tuberkulosa dan Meningitis Purulenta.
- Meningitis Serosa/Tuberkulosa adalah radang selaput otak arachnoid dan piamater yang disertai cairan otak yang jernih. Penyebab terseringnya adalah Myobakterium Tuberculosa. Penyebab lain seperti Virus, Toxoplasma gondhi, Ricketsia.
- Meningitis Purulenta adalah radang bernanah arachnoid dan piamater yang meliputi otak dan medula spinalis. Penyebanya antara lain: diplococus pneumoniae, Neisseria meningitidis, Streptococcus haemolytiicus, Staphylococcus aureus,haemophilus influenzae, esherchia coli, klebsiella pneumoniae, pseudomonas aeruginosa
Penyebab meningitis pada beberapa golongan umur:
1.         neonatus : Escheria colli
Streptokokus beta hemolitikus
Listeria monositogenes.
2.         anak dibawah 4 thn : Hemofilus influenza
Meningokokus
 Pneumokokus
3.         anak diatas 4 thn & org dewasa: Meningokokus
Pneumokokus
Beberapa keadaan yang merupakan faktor predisposisi untuk terjadinya meningitis, yaitu mencakup : Infeksi jalan napas bagian atas, Otitis media, mastoiditis, Anemia sel sabit dan hemoglobinopatis lain, Prosedur bedah saraf baru, trauma kepala, dan pengaruh immunologis.
Saluran vena yang melalui nasofaring posterior, telinga bagian tengah, dan saluran mastoid menuju otak dan dekat saluran vena-vena meningen; semuanya ini penghubung yang menyongkong perkembangan bakteri.
C. PATOGENESIS
Kuman dapat mencapai selaput otak dan subaraknoidea melalui:
1. Luka terbuka dikepala.
2. Penyebaran langsung dari proses infeksi ditelinga tengah dan sinus paranasalis.
3. Pembuluh darah pada keadaan sepsis.
4. Penyebaran dari abses ekstradural, abses subdural dan abses otak.
5. Lamina kribosa osis etmoidalis pada keadaan rinorea.
6. Penyebaran dari radang paru.
7. Penyebarn dari infeksi kulit.

D. PATOFISIOLOGI
Organisme (Bakteri, Virus, Jamur dll)
Saluran pernapasan, saluran yang menghubung ke otak. 
Melalui aliran darah (Hematogen) menyebar ke bagian meningen
Menyebabkan reaksi radang di dalam meningen dan di bawah daerah korteks, yang dapat menyebabkan thrombus dan penurunan aliran darah serebral
Jaringan serebral mengalami gangguan metabolisme akibat eksudat meningen, vaskulitis, dan hipoperfusi. 
Meningitis
E. MANIFESTASI KLINIS
Menurut Brunner & Suddath. 2002. Gejala meningitis diakibatkan dari infeksi dan peningkatan tekanan intra cranial. Berupa :
• Sakit kepala dan demam, adalah gejala awal yang sering. Sakit kepala dihubungkan dengan meningitis yang selalu berat dan sebagai akibat iritasi meningen. Demam umumnya ada dan tetap tinggi selama perjalanan penyakit.
• Perubahan tingkat kesadaran, dihubungkan dengan meningitis bakteri. Disorientasi dan gangguan memori biasanya merupakan awal adanya penyakit. Perubahan yang terjadi bergantung pada beratnya penyakit, demikian pula respon individu terhadap proses fisiologi. Manifestasi perilaku juga umum terjadi. Sesuai pengembangan penyakit, dapat terjadi letargik, tidak responsi, dan koma.
• Iritasi meningen, mengakibatkan sejumlah tanda yang mudah dikenali yang umumnya terlihat pada semua tipe menngitis.
• Rigiditas nukal, (kaku leher) adalah tanda awal. Adanya upaya untuk fleksi kepala mengalami kesukaran karena adanya spasme otot-otot leher.
• Tanda kernig positif; ketika pasien dibaringkan dengan paha dalam keadaan fleksi kearah abdomen, kaki tidak dapat diekstensikan sempurna.
• Tanda Brudzinski: Bila leher pasien difleksikan, maka dihasilnya fleksi lutut dan pinggul; bila dilakukan fleksi pasif pada ekstremitas bawah pada salah satu sisi, maka gerakan yang sama terlihat pada sisi ekstremitas yang berlawanan.
• Fotophobia(respon nyeri terhadap sinar) akibat iritasi syaraf-syaraf kranialis.
• Kejang dan peningkatan TIK, kejang terjadi sekunder akibat area fokal kortikal yang peka. Tanda-tanda peningkatan TIK sekunder akibat eksudat purulen dan edema serebral terdiri dari perubahan karakteristik tanda-tanda vital (melebarnya tekanan pulsa dan bradikardia), pernafasan tidak teratur, sakit kepala, muntah dan penurunan tingkat kesadaran.
• Adanya ruam, seperti terdapat lesi-lesi pada kulit diantaranya ruam ptekie dengan lesi purpura sampai ekimosis pada daerah yang luas.
• Infeksi fulminating terjadi pada sekitar 10% pasien dengan meningitis meningokokus, dengan tanda-tanda septikemia; demam tinggi yang tiba-tiba muncul, lesi purpura yang menyebar (sekitar wajah dan ekstremitas), syok dan tanda-tanda kuagolupati intravaskular diseminata (KID). Kematian mungkin terjadi dalam beberapa jam setelah serangan infeksi.
• Organisme penyebab infeksi selalu dapat diidentifikasi melalui biakan kuman pada cairan serebrospinal dan darah. Counterimmunoelectrophoresis (CIE) digunakan secara luas untuk mendeteksi antigen bakteri pada cairan tubuh, umumnya cairan serebrospinal dan urine.
F. EVALUASI DIAGNOSTIK
Pada meningitis perlu dilakukan pemeriksaan sebagai berikut :
Kultur darah/hidung/tenggorok/urine : Dapat mengindikasikan daerah ”pusat” infeksi atau mengindikasikan tipe penyebab infeksi.
Pemeriksaan antigen bakteri pada cairan otak : 
MRI/skan CT : Dapat membantu melokalisasi lesi, melihat ukuran/letak ventrikel; hematom daerah serebral, hemoragik atau tumor.
Rontgen dada, kepala, dan sinus : Mungkin ada indikasi infeksi atau sumber infeksi kranial.
Pemeriksaan cairan otak
a. Cairan otak pada meningitis purulenta
- Tekanan : Tekanan cairan otak meningkat diatas 180 mm H2O.
- Warna : Cairan otak berwarna mulai dari keruh sampai purulen bergantung pada jumlah selnya.
- Sel : Jumlah leukosit meningkat. Biasanya berjumlah 200-10.000 dan 95% terdiri dari sel PMN. Setelah pengobatan dengan antibiotika perbandingan jumlah sel MN (Mononuklear) terhadap sel PMN meningkat.
- Protein : Kadar protein meningkat, biasanya diatas 75 mg/100 ml.
- Klorida : Kadar klorida menurun. Kurang dari 700 mg/100 ml.
- Gula : Kadar gula menurun. Biasanya kurang dari 40 mg% atau kurang dari 40% kadar gula darah yang diambil pada saat yang bersamaan.
b. Cairan otak pada meningitis tuberkulosa.
- Warna : Jernih atau santokrom.
- Sel : Jumlah sel meningkat, biasanya tidak melebihi 500/mm3 dan sel mononuklear lebih banyak.
- Kadar protein meningkat.
- Kadar gula menurun.
- Kadar klorida menurun.
- Bila didiamkan akan terbentuk pelikula yang berbentuk sarang labah-labah.
- Pada pemeriksaan mikroskop dan biakan akan ditemukan kuman tuberkulosis.
c. Cairan otak pada meningitis karena virus.
- Warna : jernih.
- Sel : Jumlah sel meningkat antara 10-1000/mm3 .
- Kadar protein normal atau naik sedikit.
- Kadar gula normal.
- Kadar klorida normal.

G. POTENSIAL KOMPLIKASI
- Edema serebri
- Hidrosefalus.
- Abses otak.
- Koma.
- Kejang.
- Kehilangan fungsi saraf: perubahan tingkah laku dan perkembangan motorik.
- Kehilangan pendengaran dan penglihatan.
- SIADH
- Syok
- KID
- Henti nafas.
- Kematian.

H. PENATALAKSANAAN MEDIS
o Tentukan organisme penyebab. 
o Isolasi pernapasan atau ketat tegantung pada organisme.
o Cairan parenteral diberikan untuk mempertahankan kebutuhan sampai masalah SIADH
teratasi. Puasakan, selanjutnya beri diet dari cairan jernih sampai diet yang sesuai usia dan toleransi pasien: cairan dapat dibatasi saat diet mulai diberikan: cairan parenteral diturunkan sesuai peningkatan cairan peroral. 
o Masukan dan haluaran: antibiotik dosis tinggi diberikan melalui intravena untuk mengisolasi organisme (antibiotik yang mencakup spektrum luas sampai organisme dapat diisolasi).
o Antipiretik
o Antikonvulsan
o Steroid dapat diberikan dengan maksud untuk mereduksi faktor penyebab ketulian.
o Ulangi fungsi lumbal untuk mengkaji efektivitas terapi
1. Pengobatan Umum : tirah baring total, 5 B (Breathing, blood, braind, bowel, bladder).
2. Pengobatan Spesifik : pemberian antibiotik spektrum luas, segera dilakukan tindakan-tindakan untuk menurunkan tekanan intrakranial beberapa jenis meningitis diharuskan pasien di isolasi di rumah.
I. PENCEGAHAN
1. Penderita diisolasi
2. Vaksinasi, seperti; 
- Vaksi meningokokus yang telah diizinkan di AS mencakup polisakarida grup A, C, W153 dan Y, dan digunakan terutama perekrutan militer. Vaksin ini mungkin menguntungkan bagi beberapa orang yang mengunjungi daerah yang mengalami epidemik penyakit meningokokus. Vaksinasi juga harus dipertimbangkan sebagai tambahan antibiotik kemoprofilaksis untuk beberapa orang yang tinggal dengan pasien yang mengalami infeksi meningokokus.
- Vaksin polisakarida (Haemophilus b polysaccharide vaccine) melawan masuknya Haemophilus influenzae tipe b yang telah diizinkan penggunaannya di AS dan sekarang digunakan rutin untuk pencegahan meningitis pada pediatrik.
3. Diberi obat-obatan
– Untuk meningokokus diberi obat Rifampisin, sulfadiazine.
– Untuk Hemofilus influenza diberi obat, Rifampisin
J. PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN
Adapun penatalaksanaan keperawatan menurut Brunner & suddath yaitu; 
- Pada semua tipe meningitis, status klinis pasien dan tanda-tanda vital dikaji terus menerus sesuai perubahan kesadaran yang dapat menimbulakn obstruksi jalan napas. Penemuan gas darah arteri, pemasangan selang endotrake (trakeostomi) dan penggunaan ventilasi mekanik.
- Pantau tekanan arteri untuk mengkaji syok, uang mendahului gagal jantung dan pernapasan. Catat adanya vasokontriksi, sianosis yang menyebar, dan ekstremitas dingin. Demam yang tinggi diturunkan untuk menurunkan kerja jantung dan kebutuhan oksigen otak.
- Penggantian cairan intravena dapat diberikan, tetapi perawatan tidak dilakukan untuk melebihi hidrasi pasien karena risiko edema sereberal.
- Berat badan, elektrolit serum, volume dan berat jenis urine, dan osmolalitas urine dipantau secara ketat, dan khusunya bila dicurigai hormon sekresi antidiuretik yng tidak tepat (ADH).
- Penatalaksanaan keperawatan berkelanjutan memerlukan pengkajian yang terus menerus terhadap status klinis klien, pengkajian pada TTV (Tanda-Tanda Vital), Perhatikan terhadap kebersihan kulit dan mulut, serta peningkatan dan perlindungan selama kejang saat koma.
- Rabas dari hidung dan mulut dipertimbangkan infeksius. Isolasi pernapasan dianjurkan sampai 24 jam setelah mulainya terapi antibiotik.

2.2 INFEKSI PARENKIM OTAK
A. ABSES SEREBRI / OTAK
a. DEFINISI
Abses otak adalah suatu proses infeksi yang melibatkan parenkim otak; terutama disebabkan oleh penyebaran infeksi dari fokus yang berdekatan oleh penyebaran infeksi dari fokus yang berdekatan atau melaui sistem vascular. Abses otak (AO) adalah suatu reaksi piogenik yang terlokalisir pada jaringan otak. Timbunan abses pada daerah otak mempunyai daerah spesifik, pada daerah cerebrum 75% dan cerebellum 25%.(long,1996;193)
b. ETIOLOGI
Berbagai mikroorganisme dapat ditemukan pada AO, yaitu bakteri, jamur dan parasit.
- Bakteri yang tersering adalah Staphylococcus aureus, Streptococcus anaerob, Streptococcus beta hemolyticus, Streptococcus alpha hemolyticus, E. coli dan Baeteroides. Abses oleh Staphylococcus biasanya berkembang dari perjalanan otitis media atau fraktur kranii. Bila infeksi berasal dari sinus paranasalis penyebabnya adalah Streptococcus aerob dan anaerob, Staphylococcus dan Haemophilus influenzae. Abses oleh Streptococcus dan Pneumococcus sering merupakan komplikasi infeksi paru. Abses pada penderita jantung bawaan sianotik umumnya oleh Streptococcus anaerob.
- Jamur penyebab AO antara lain Nocardia asteroides, Cladosporium trichoides dan spesies Candida dan Aspergillus. Walaupun jarang, Entamuba histolitica, suatu parasit amuba usus dapat menimbulkan AO secara hematogen.
- Komplikasi dari infeksi telinga (otitis media, mastoiditis )hampir setengah dari jumlah penyebab abses otak serta Komplikasi infeksi lainnya seperti ; paru-paru (bronkiektaksis,abses paru,empiema )jantung ( endokarditis ), organ pelvis, gigi dan kulit.(long,1996;193)
c. MANIFESTASI KLINIS
Gejala fokal yang terlihat pada abses otak
Lobus Gejala:
Frontalis mengantuk, tidak ada perhatian, hambatan dalam mengambil keputusan,Gangguan intelegensi, kadang-kadang kejang
Temporalis tidak mampu meyebut objek;tidak mampu membaca, menulis atau,mengerti kata-kata;hemianopia.
Parietalis gangguan sensasi posisi dan persepsi stereognostik,kejang fokal,hemianopia homonim,disfasia,akalkulia,agrafia
Serebelum sakit kepala suboksipital,leher kaku,gangguan koordinasi,nistagmus,tremor intensional. .(price,2005;1156)
d. PATOFISIOLOGI
Fase awal abses otak ditandai dengan edema lokal, hiperemia infiltrasi leukosit atau melunaknya parenkim. Trombisis sepsis dan edema. Beberapa hari atau minggu dari fase awal terjadi proses liquefaction atau dinding kista berisi pus. Kemudian terjadi ruptur, bila terjadi ruptur maka infeksi akan meluas keseluruh otak dan bisa timbul meningitis. ( long,1996;193)
AO dapat terjadi akibat penyebaran perkontinuitatum dari fokus infeksi di sekitar otak maupun secara hematogen dari tempat yang jauh, atau secara langsung seperti trauma kepala dan operasi kraniotomi. Abses yang terjadi oleh penyebaran hematogen dapat pada setiap bagian otak, tetapi paling sering pada pertemuan substansia alba dan grisea; sedangkan yang perkontinuitatum biasanya berlokasi pada daerah dekat permukaan otak pada lobus tertentu.
AO bersifat soliter atau multipel. Yang multipel biasanya ditemukan pada penyakit jantung bawaan sianotik; adanya shunt kanan ke kiri akan menyebabkan darah sistemik selalu tidak jenuh sehingga sekunder terjadi polisitemia. Polisitemia ini memudahkan terjadinya trombo-emboli. Umumnya lokasi abses pada tempat yang sebelumnya telah mengalami infark akibat trombosis; tempat ini menjadi rentan terhadap bakteremi atau radang ringan. Karena adanya shunt kanan ke kin maka bakteremi yang biasanya dibersihkan oleh paru-paru sekarang masuk langsung ke dalam sirkulasi sistemik yang kemudian ke daerah infark. Biasanya terjadi pada umur lebih dari 2 tahun. Dua pertiga AO adalah soliter, hanya sepertiga AO adalah multipel. Pada tahap awal AO terjadi reaksi radang yang difus pada jaringan otak dengan infiltrasi lekosit disertai udem, perlunakan dan kongesti jaringan otak, kadang-kadang disertai bintik perdarahan. Setelah beberapa hari sampai beberapa minggu terjadi nekrosis dan pencairan pada pusat lesi sehingga membentuk suatu rongga abses. Astroglia, fibroblas dan makrofag mengelilingi jaringan yang nekrotik. Mula-mula abses tidak berbatas tegas tetapi lama kelamaan dengan fibrosis yang progresif terbentuk kapsul dengan dinding yang konsentris. Tebal kapsul antara beberapa milimeter sampai beberapa sentimeter. Beberapa ahli membagi perubahan patologi AO dalam 4 stadium yaitu :
1) stadium serebritis dini
2) stadium serebritis lanjut
3) stadium pembentukan kapsul dini
4) stadium pembentukan kapsul lanjut.
Abses dalam kapsul substansia alba dapat makin membesar dan meluas ke arah ventrikel sehingga bila terjadi ruptur, dapat menimbulkan meningitis.
Infeksi jaringan fasial, selulitis orbita, sinusitis etmoidalis, amputasi meningoensefalokel nasal dan abses apikal dental dapat menyebabkan AO yang berlokasi pada lobus frontalis. Otitis media, mastoiditis terutama menyebabkan AO lobus temporalis dan serebelum, sedang abses lobus parietalis biasanya terjadi secara hematogen.
e. KOMPLIKASI
Komplikasi meliputi :
- retardasi mental
- epilepsy
- kelainan neurologik fokal yang lebih berat.
Komplikasi ini terjadi bila AO tidak sembuh sempurna.
f. PROGNOSIS
Tergantung dari:
1) cepatnya diagnosis ditegakkan
2) derajat perubahan patologis
3) soliter atau multiple
4) penanganan yang adekuat.
Dengan alat-alat canggih dewasa ini AO pada stadium dini dapat lebih cepat didiagnosis sehingga prognosis lebih baik. Prognosis AO soliter lebih baik dari mu1ipe1.


g. PENATALAKSANAAN MEDIS
- Terapi antibiotik. Kombinasi antibiotik dengan antibiotik spektrum luas.
Antibiotik yang dipakai ;Penicilin, chlorampenicol (chloramyetin) dan nafacillen (unipen). Bila telah diketahui bakteri anaerob, metrodiazelo (flagyl) juga dipakai.
- Surgery ; aspirasi atau eksisi lengkap untuk evaluasi abses.
(long,1996;194)

Senin, 21 November 2011

SISTEM INTEGUMEN : KUKU

BAB I PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang

Penderita dengan trauma yang besar, sakit berat atau sepsis mengalami peningkatan kebutuhan energi, peningkatan katabolisme disertai kehilangan massa tubuh yang cepat. Meskipun pemberian nutrisi konvensional mampu dengan baik mengatasi malnutrisi biasa, bahkan hiperalimentasi ternyata gagal mengatasi perubahan metabolik terhadap pasien-pasien seperti diatas. Penurunan berat badan, kehilangan otot yang mengakibatkan keseimbangan nitrogen yang negatif tetap saja terjadi, berapapun jumlah nutrisi yang diberikan. Hal ini karena respons metabolik pada pasien sakit kritis, trauma hebat dan atau disertai tindakan operasi dan sepsis sangat berbeda dengan dengan penderita malnutrisi/starvasi (kekurangan gizi akibat intake yang kurang). Selama beberapa dekade terakhir ini jumlah energi yang diberikan pada pasien sepsis atau sakit berat termasuk penderita trauma dengan SIRS justru menurun, karena telah dibuktikan bahwa kebutuhan energi pasien tidaklah jauh berbeda dengan pasien normal. Hipermetabolisme yang timbul pada kenyataannya diimbangi dengan aktifitas fisik yang menurun. Oleh karena itu strategi untuk mengatasi kehilangan otot dan keseimbangan nitrogen yang negatif adalah mengatasi penyebab hipermetabolisme dan memberi tunjangan nutrisi yang adekwat dalam kualitas bukan kwantitas. Pemahaman penyebab terjadinya hipermetabolisme ini berarti adalah pemahaman yang jelas dari respons metabolik. Respons ini terkait dengan berbagai reaksi akibat adanya trauma, seperti neuroendokrin, imunologis dan mencakup berbagai macam mediator inflamasi.
Nutrisi seperti halnya oksigen dan cairan senantiasa dibutuhkan oleh tubuh. Penderita yang tidak dapat makan atau tidak boleh makan harus tetap mendapat masukan nutrisi melalui cara enteral (pipa nasogastrik) atau cara parentral (intravena). Nutrisi parenteral tidak menggantikan fungsi alamiah usus, karena itu hanya merupakan jalan pintas sementara sampai usus berfungsi normal kembali.
Tehnik nutrisi parenteral memang tidak mudah dan penuh liku-liku masaalah biokimia dan fisiologi. Juga harga relatif mahal tetapi jika digunakan dengan benar pada penderita yang tepat, pada akhirnya akan dapat dihemat lebih banyak biaya yang semestinya keluar untuk antibiotik dan waktu tinggal dirumah sakit .Contoh kesalahan yang masih banyak ditemukan di rumah sakit yaitu Pemberian protein tanpa kalori karbohidrat yang cukup dan Pemberian cairan melalui vena perifer dimana osmolaritas cairan tersebut lebih dari 900 m Osmol yang seharusnya melalui vena sentral.1,2 Jika krisis katabolisme kecil sedang tubuh mempunyai cukup cadangan tidak timbul masalah apapun. Penderita dewasa mudah sehat dengan status gisi yang baik, dapat menjalani pembedahan, puasa 5 –7 hari setelah operasi sembuh dan pulang dengan selamat hanya dengan kerugian penurunana berat badan. Tetapi pada kenyataannya lebih banyak penderita yang kondisi awalnya sudah jelek ( berat badan kurang, kadar albumin < 3,5 gr/dl), untuk penderita ini puasa pasca bedah / pasca trauma 5 – 7 hari hanya mendapat infus elektrolit sudah cukup untuk mencetuskan hipoalbuminemia, hambatan penyenbuhan luka , penurunan daya tahan tubuh sehingga infeksi mudah menyebar. Sehingga banyak diantara penderita pasca bedah laparotomi karena perforasi ileum ( typhus abdominalis ) , invaginasi , volvulus, atau hernia inkarserata kemudian mengalami kebocoran jahitan usus yang menyebabkan peritonitis atau enterofistula ke kulit . Dengan bantuan nutrisi yang baik penyulit-penyulit fatal ini dapat dihindari.

1.2  Rumusan Masalah
·         Apa itu nutrisi parenteral?
·         Apakah indikasi pemberian nutrisi parenteral?
·         Apakah komplikasi pemberian nutrisi parenteral?
·         Apa sajakah hal yang perlu diperhatikan dalam pemberian  nutrisi parenteral?
·         Bagaimanakah cara pengelolaan nutrisi parenteral?
·         Bagaimanakah cara monitoring pasien dengan nutrisi parenteral?
1.3  Tujuan
·         Mengetahui pengertian dari nutrisi parenteral
·         Mengetahui indikasi dan juga komplikasi nutrisi parenteral
·         Mengetahui hal yang perlu diperhatikan dalam pemberian nutrisi parenteral
·         Mengetahui pengelolaan dan memonitoring nutrisi parenteral


BAB II PEMBAHASAN

2.1 Konsep Umum
Nutrisi Parenteral adalah suatu bentuk pemberian nutrisi yang diberikan langsung melalui pembuluh darah tanpa melalui saluran pencernaan. Para peneliti sebelumnya menggunakan istilah hiperalimentasi sebagai pengganti pemberian makanan melalui intravena, dan akhirnya diganti dengan istilah yang lebih tepat yaitu Nutrisi Parenteral Total, namun demikian secara umum dipakai istilah Nutrisi Parenteral untuk menggambarkan suatu pemberian makanan melalui pembuluh darah.
Berdasarkan cara pemberian Nutrisi Parenteral dibagi atas (ASPEN, 1995) :
Nutrisi Parenteral Sentral.
Nutrisi Parenteral Perifer
                                                                             
Pemberian nutrisi parenteral secara rutin tidak direkomendasikan pada kondisi-kondisi klinis sebagai berikut :
  1. Pasien-pasien kanker yang sedang menjalankan terapi radiasi dan kemoterapi.
  2. Pasien-pasien preoperatif yang bukan malnutrisi berat.
  3. Pankreatitis akuta ringan.
  4. Kolitis akuta.
  5. AIDS.
  6. Penyakit paru yang mengalami eksaserbasi.
  7. Luka bakar.
  8. Penyakit-penyakit berat stadium akhir (end-stage illness).
Pemberian nutrisi hanya efektif untuk pengobatan gangguan nutrisi bukan untuk penyebab penyakitnya.
Status nutrisi basal dan berat ringannya penyakit memegang peranan penting dalam menentukan kapan dimulainya pemberian nutrisi parenteral. Sebagai contoh pada orang-orang dengan malnutrisi yang nyata lebih membutuhkan penanganan dini dibandingkan dengan orang-orang yang menderita kelaparan tanpa komplikasi. Pasien-pasien dengan kehilangan zat nutrisi yang jelas seperti pada luka dan fistula juga sangat rentan terhadap defisit zat nutrisi sehingga membutuhkan nutrisi parenteral lebih awal dibandingkan dengan pasien-pasien yang kebutuhan nutrisinya normal.
Secara umum, pasien-pasien dewasa yang stabil harus mendapatkan dukungan nutrisi 7 sampai dengan 14 hari setelah tidak mendapatkan nutrisi yang adekuat sedangkan pada pasien-pasien kritis, pemberian dukungan nutrisi harus dilakukan dalam kurun waktu 5 sampai dengan 10 hari (ASPEN, 2002).
Nutrisi Parenteral pada pasien anak-anak diberikan lebih awal dibandingkan dengan pasien-pasien dewasa, biasanya 1 hari setelah lahir pada neonatus dan bayi dengan berat badan lahir yang rendah, dan antara 5 sampai 7 hari bagi anak-anak yang lebih dewasa yang tidak dapat mencukupi kebutuhan nutrisinya hanya melalui oral maupun enteral (ASPEN, 2002; Ziegler et al, 2002).

2.2 Indikasi Nutrisi Parenteral :
  1. Gangguan absorpsi makanan seperti pada fistula enterokunateus, atresia intestinal, kolitis infektiosa, obstruksi usus halus.
  2. Kondisi dimana usus harus diistirahatkan seperti pada pankreatitis berat, status preoperatif dengan malnutrisi berat, angina intestinal, stenosis arteri mesenterika, diare berulang.
  3. Gangguan motilitas usus seperti pada ileus yang berkepanjangan, pseudo-obstruksi dan skleroderma.
  4. Kondisi dimana jalur enteral tidak dimungkinkan seperti pada gangguan makan, muntah terus menerus, gangguan hemodinamik, hiperemesis gravidarum.
2.3 Jenis-jenis cairan nutrisi parenteral
ASERING
Indikasi:
Dehidrasi (syok hipovolemik dan asidosis) pada kondisi: gastroenteritis akut, demam berdarah dengue (DHF), luka bakar, syok hemoragik, dehidrasi berat, trauma.
Komposisi:
Setiap liter asering mengandung:
  • Na 130 mEq
  • K 4 mEq
  • Cl 109 mEq
  • Ca 3 mEq
  • Asetat (garam) 28 mEq

Keunggulan:
    1. Asetat dimetabolisme di otot, dan masih dapat ditolelir pada pasien yang mengalami gangguan hati
    2. Pada pemberian sebelum operasi sesar, RA mengatasi asidosis laktat lebih baik dibanding RL pada neonatus
    3. Pada kasus bedah, asetat dapat mempertahankan suhu tubuh sentral pada anestesi dengan isofluran
    4. Mempunyai efek vasodilator
    5. Pada kasus stroke akut, penambahan MgSO4 20 % sebanyak 10 ml pada 1000 ml RA, dapat meningkatkan tonisitas larutan infus sehingga memperkecil risiko memperburuk edema serebral
KA-EN 1B
Indikasi:
  1. Sebagai larutan awal bila status elektrolit pasien belum diketahui, misal pada kasus emergensi (dehidrasi karena asupan oral tidak memadai, demam)
  2. < 24 jam pasca operasi
  3. Dosis lazim 500-1000 ml untuk sekali pemberian secara IV. Kecepatan sebaiknya 300-500 ml/jam (dewasa) dan 50-100 ml/jam pada anak-anak
  4. Bayi prematur atau bayi baru lahir, sebaiknya tidak diberikan lebih dari 100 ml/jam
KA-EN 3A & KA-EN 3B
Indikasi:
  1. Larutan rumatan nasional untuk memenuhi kebutuhan harian air dan elektrolit dengan kandungan kalium cukup untuk mengganti ekskresi harian, pada keadaan asupan oral terbatas
  2. Rumatan untuk kasus pasca operasi (> 24-48 jam)
  3. Mensuplai kalium sebesar 10 mEq/L untuk KA-EN 3A
  4. Mensuplai kalium sebesar 20 mEq/L untuk KA-EN 3B
KA-EN MG3
Indikasi :
  1. Larutan rumatan nasional untuk memenuhi kebutuhan harian air dan elektrolit dengan kandungan kalium cukup untuk mengganti ekskresi harian, pada keadaan asupan oral terbatas
  2. Rumatan untuk kasus pasca operasi (> 24-48 jam)
  3. Mensuplai kalium 20 mEq/L
  4. Rumatan untuk kasus dimana suplemen NPC dibutuhkan 400 kcal/L
KA-EN 4A
Indikasi :
  1. Merupakan larutan infus rumatan untuk bayi dan anak
  2. Tanpa kandungan kalium, sehingga dapat diberikan pada pasien dengan berbagai kadar konsentrasi kalium serum normal
  3. Tepat digunakan untuk dehidrasi hipertonik
Komposisi (per 1000 ml):
  • Na 30 mEq/L
  • K 0 mEq/L
  • Cl 20 mEq/L
  • Laktat 10 mEq/L
  • Glukosa 40 gr/L
KA-EN 4B
Indikasi:
  1. Merupakan larutan infus rumatan untuk bayi dan anak usia kurang 3 tahun
  2. Mensuplai 8 mEq/L kalium pada pasien sehingga meminimalkan risiko hipokalemia
  3. Tepat digunakan untuk dehidrasi hipertonik
Komposisi:
    • Na 30 mEq/L
    • K 8 mEq/L
    • Cl 28 mEq/L
    • Laktat 10 mEq/L
    • Glukosa 37,5 gr/L
Otsu-NS
Indikasi:
  1. Untuk resusitasi
  2. Kehilangan Na > Cl, misal diare
  3. Sindrom yang berkaitan dengan kehilangan natrium (asidosis diabetikum, insufisiensi adrenokortikal, luka bakar)
Otsu-RL
Indikasi:
  1. Resusitasi
  2. Suplai ion bikarbonat
  3. Asidosis metabolik
MARTOS-10
Indikasi:
  1. Suplai air dan karbohidrat secara parenteral pada penderita diabetik
  2. Keadaan kritis lain yang membutuhkan nutrisi eksogen seperti tumor, infeksi berat, stres berat dan defisiensi protein
  3. Dosis: 0,3 gr/kg BB/jam
  4. Mengandung 400 kcal/L
AMIPAREN
Indikasi:
  1. Stres metabolik berat
  2. Luka bakar
  3. Infeksi berat
  4. Kwasiokor
  5. Pasca operasi
  6. Total Parenteral Nutrition
  7. Dosis dewasa 100 ml selama 60 menit
AMINOVEL-600
Indikasi:
  1. Nutrisi tambahan pada gangguan saluran GI
  2. Penderita GI yang dipuasakan
  3. Kebutuhan metabolik yang meningkat (misal luka bakar, trauma dan pasca operasi)
  4. Stres metabolik sedang
  5. Dosis dewasa 500 ml selama 4-6 jam (20-30 tpm)
PAN-AMIN G
Indikasi:
  1. Suplai asam amino pada hiponatremia dan stres metabolik ringan
  2. Nitrisi dini pasca operasi
  3. Tifoid
2.4 Pengelolaan nutrisi Parenteral
·         Kebutuhan Biologik Normal:
Kalori: 25-30 kcal/BB/hari (mis.BB 70 kg = 1750-2100). Sumber kalori ini terbagi berdasarkan sumbernya sebagai berkut:
            50% = karbohidrat
            30% = protein
            20% = lemak
·         KEBUTUHAN ENERGI
Energi expanditure harus dihitung agar keseimbangan nitrogen yang lebih baik dapat dicapai dan dipertahankan. Metode yang digunakan untuk menghitung kebutuhan energi ada dua cara yaitu dengan rumus Harris-Benedict dan indirect-calorimetry dengan expired gas analysis.
Harris-Benedict mengkalkulasikan kebutuhan energy seseorang dalam keadaan istirahat, nonstres, setelah puasa overnigt. Pada keadaan metabolic-stress, maka harus dikalikan stress faktor.
Rumus Harris - Benedict.
Pr. BEE = 665 + 9,6 BB + 1,7 TB - 4,7 U
Lk BEE = 66 + 13,7 BB + 5 TB - 6,6 U
BEE = K cal/ hari BB: kg TB: cm U ; Thn
Perhitungan diatas mungkin sulit diaplikasikan maka untuk penggunaan klinis sehari-hari nilai BEE = 25 -30 k cal/Kg/hari tidak jauh berbeda dengan nlai yang didapat bila kita menggunakan rumus Harris Benedict.
Indirect-calorimetry.
Walaupun memberi hasil yang lebih akurat tetapi oleh karena membutuhkan pemeriksaan laboratorium, teknologi dan mahal maka jarang digunakan untuk perhitungan sehari-hari.
·         KARBOHIDRAT SEBAGAI SUMBER ENERGI
Kebutuhan Karbohidrat: 100-200 gram/ hari. Beberapa hal yang perlu diingat tentang manfaat karbohidrat yaitu:
    Mengurangi katabolisme protein
    Mengurangi penumpukan keton bodies akibat metabolisme fat.
    1 gram karbohidrat      = 4,1 kcal
    1 gram fat                    = 9,3 kcal
Jika karbohidrat hanya berasal dari cairan dektrose 5% atau 10% maka dalam :
            1000 cc D5      = 50 gram        = 205 kcal
            1000 cc D10    = 100 gram      = 410 kcal
Dapat dilihat bahwa pemenuhan kalori hanya dari larutan dextrose dengan isoosmolaritas saja tidak cukup, dengan demikian perlu tambahan kalori dari sumber lain misalnya emulsi lemak atau dengan karbohidrat jenis lain atau dengan konsentrasi yang lebih tinggi. Kebutuhan kalori ini perlu juga disesuaikan dengan:
       Jumlah kebutuhan cairan harian (maintenance)
       Kebutuhan elektrolit terutama Na+ dan K+
       Protein dan lemak
       Osmolaritas yang dapat ditoleransi vena perifer yaitu < 800 mOsm.
Suatu hal yang sangat penting dalam pemberian dekstrose/glukose adalah karbohidrat jenis ini bersifat insulin dependent. Dengen demikian pemberiannya harus dimulai dengan konsentrasi yang rendah dan ditingkatkan secara perlahan dan harus merata dalam 24 jam. Penghentian pemberian dextrose secara mendadak atau tidak teratur dapat menyebabkan kadar gula darah yang turun tiba-tiba. Penjelasan hal ini adalah sebagai berikut; saat pemberian dekstrose konsentrasi tinggi kadar insulin juga tinggi dan saat konsentrasi pemberian diturunkan, insulin yang tinggi (overshoot insulin) dapat menyebabkan hipoglikemia akut. Bila ada ketidakmampuan insulin daat terjadi hiperglikema. R/ Triofusin yang mengandung dextrose, fruktose dan xylitol, jarang menyebabkan hiperglikemia ataupun tambahan insulin.

·         EMULSI LEMAK INTRAVENA
Pemberian lemak intravena selain sebagai sumber asam lemak esensial (terutama asam linoleat) juga sebagai subtrat sumber energi pendamping karbohidrat terutama pada kasus stress yang meningkat. Bila lemak tidak diberikan dalam program nutrisi parenteral total bersama subtrat lainnya maka defisiensi asam lemak rantai panjang akan terjadi kira-kira pada hari ketujuh dengan gejala klinik bertahan sekitar empat minggu. Untuk mencegah keadaan ini diberikan 500 ml emulsi lemak 10 ml paling sedikit 2 kali seminggu. Asam lemak esensial berperan dalam fungsi platelet , penyembuhan luka, sintesa prostaglandin dan immunocompetence. Oleh karena ada keuntungan bila diberikan bersama-sama dengan glikosa sebagai sumber energi dianjurkan 30 -40 % dari total kalori diberikan dari lemak. Ada bukti infus lemak merata 24 jam lebih baik dan lebih dipilih dibanding pemberian intermitten. Direkomendasikan untuk tidak memberikan > 60% kalori total diambil dari subtrat lemak. Sebagai pegangan jangan berikan porsi lemak > 2 gr / kg BB /hari. Sebaiknya lakukan pemeriksaan kadar triglised plasma sebelum pemberian emulsi lemak intravena sebagai data dasar .
Preparat emulsi lemak yang beredar ada dua jenis, konsetrasi 10% ( 1 k cal /ml ) dan 20 % ( 2 k cal / ml ) dengan osmolalityas 270 - 340 m Osmol /L sehingga dapat diberikan melalui perifer.
Kontra indikasi absolut infus emulsi lemak adalah trigliserit 500 mr/l ,Kolesterol 400 mg/l . kontraindikasi rtelatis : Trigeliderit 300 - 500 mg/l. Kolesterol 300 - 400 mg/l ganggguan berat faal ginjal dan hepar .
Contoh larutan lemak Misalnya R/Ivelip. Larutan ini tersedia dalam beberapa kemasan dengan konsentrasi 10% dan 20%. Satu liter larutan 20% mengandung 2000 kcal dengan osmolaritas yang rendah yaitu 270 mOsm. Pada botol 250 cc yang mengandung 50 gram lemak mengandung 500 kcal dengan osmolaritas yang sama. Larutan 20% dengan kemasan 250 cc atau 100 cc lebih disukai oleh karena mudah dalam pengaturannya.

·         PROTEIN / ASAM AMINO
Selain kalori yang dipenuhi dengan karbohidrat dan lemak , tubuh masih memerlukan asam amino untuk regenerasi sel , enzym dan visceral protein. Pemberian protein untuk menjaga balance nitrogen positif, dimana protein berfungsi untuk regenerasi sel, enzim, dan berbagai reaksi biologis dalam tubuh. Untuk itu diperlukan 1 gram /BB/ hari. Yang paling diperlukan L-asam amino, oleh karena proses pembentukan protein lebih cepat. Perlu diingat larutan asam amino juga mengandung karbohidrat dan elektrolit. Pemberian asam amino/protein saja tanpa diberikan kebutuhan kalori, menyebabkan asam amino dirobah menjadi energi melalui jalur glukoneogenesis. Dengan demikian pada pemberian asam amino yang bertujuan menjaga balance nitrogen positif, perlu ada ”perlindungan”  kalori 25 kcal tiap 1 gram asam amino. Misalnya pada pemberian asam amino/protein 50 gram, dibutuhkan 1200 kcal atau 300 gram karbohidrat. Jika asam amino bertujuan sebagai “nitrogen sparing effect” dimana menjaga agar protein viscera atau otot tidak dirobah menjadi kalori, jadi balance nitrogen sama dengan nol, maka tidak perlu diberikan kalori.
            Larutan asam amino pada umumnya bersifat hiperosmotik, oleh karena itu pada pemberian melalui vena perifer perlu dilakukan pengenceran misalnya dengan dekstrose, atau dipilih asam amino dengan konsentrasi rendah. Contoh yang ada dipasaran R/ Aminofusin L-600 dimana kandungan tiap 1000 cc sebagai berikut:
            Asam amino    = 50 gram
            Karbohidrat     = 100 gram
            Na+                  = 40 mmol
            K+                    = 30 mmol
            Osmolaritas     = 1.100 mOsm
R/  Pan Amin G:
            Asam amino    = 27,2 gram
            Karbohidrat     = 50 gram
            Na+ dan K+      = tidak ada
            Osmolaritas     = 507 mOsm

2.5 Hal yang harus diperhatikan selama pemberian
            Pemberian nutrisi parenteral umumnya dimulai pada hari ke III pasca-bedah/trauma. Jika keadaan membutuhkan koreksi nutrisi cepat, maka pemberian paling cepat 24 jam pasca-trauma/bedah. Jika keadaan ragu-ragu dapat dilakukan pemeriksaan kadar gula. Jika kadar gula darah < 200 mg/dl. pada penderita non diabetik, nutrisi parenteral dapat dimulai.
Nutrisi parenteral tidak diberikan pada keadaan sebagai berikut:
       24 jam pasca-bedah/trauma
       gagal napas
       shock
       demam tinggi
       brain death (alasan cost-benefit)
Vena perifer yang dipilih sebaiknya pada lengan, oleh karena pemberian melalui vena tungkai bawah resiko flebitis dan trombosis vena dalam lebih besar. Seperti telah dijelaskan diatas bahwa karbohidrat diperlukan sebagai sumber kalori. Dalam pemenuhan kalori adalah suatu keharusan dan multak ada dekstrose, sehingga mengurangi proses glukoneogenesis. Sebagai sumber kalori lain adalah emulsi lemak. Jika akan diberikan emulsi lemak sebaiknya terbagi sama banyak dalam hal jumlah kalori. Misalnya dibutuhkan jumlah kalori 1200 maka perhitungannya sebagai berikut:
            600 kcal           = glukosa 150 gram
            600 kcal           = fat 70 gram
Kombinasi ini menghindari keadaan hiperosmolar dan hiperglikemia. Pemberian emulsi lemak harus hati-hati dan sebaiknya diberikan seminggu sekali. Lebih baik jika dilakukan pemeriksaan fungsi hepar secara teratur. 

Contoh:
Hari I  : (masa stabilisasi) cukup diberikan kristaloid (RL atau Ringer Asetat)
            Hari II : Triofusin 500 sebanyak 1500 cc + intrafusin 3,5% 500 cc maka:
                        Cairan            : 2000 cc
                        Asam amino   : 17,5 gram
                        Energi             : 870 kcal
                        Na+                  : 30,8 mEq
                        K+                   : 15 mEq
                        Osmolaritas    : 745 mOsm
Data ini menunjukan kekurangan natrium dan kalium. Untuk itu dapat ditambahkan Kcl 15-20 cc (15-20 mEq) atau sesuai data laboratorium, sedangkan natrium dapat ditambahkan NaCl 3% 200 cc yang mengandung 105 mEq Na+. NaCl 3%=513 mEq Na+/L

Hari III           : Triofusin 500 sebanyak 1500 cc + intrafusin 3,5% 1000 cc + Ivelip    10% 100 cc.
Contoh ini dapat dimodifikasi dengan mudah sesuai kebutuhan. Perlu diingat larutan yang mengandung dektrose harus diberikan terus-menerus. Dengan demikian dapat dipergunakan stop-cock sehingga cairan lain yang daat diberikan selang seling. Ketrampilan kita dalam pemberian nutrisi ini perlu disertai dengan komposisi berbagai jenis cairan yang ada dipasaran termasuk osmolaritasnya.

KONSEP YANG PERLU DISAMAKAN PADA PARENTERAL NUTRISI
1.Menggunakan vena perifer untuk cairan pekat.
Osmolritas plasma 300 mOsmol . Vena perifer dapat menerima sampai maksimal 900 mOsmol . Makin tinggi osmolaritas (makin hipertonis) maka makin mudah terjadi tromphlebitis, bahkan tromboembli. Untuk cairan > 900 - 1000 mOsm, seharusnya digunakan vena setrral (vena cava, subclavia, jugularis) dimana aliran darah besar dan cepat dapat mengencerkan tetesan cairan NPE yang pekat hingga tidak dapat sempat merusak dinding vena. Jika tidak tersedia kanula vena sentral maka sebaiknya dipilih dosis rendah (larutan encer) lewat vena perifer, dengan demikian sebaiknya sebelum memberikan cairan NPE harus memeriksa tekanan osmolaritas cairan tersebut ( tercatat disetiap botol cairan ) Vena kaki tidak boleh dipakai karena sangat mudah deep vein trombosis dengan resiko teromboemboli yang tinggi.
2. Memberikan protein tanpa kalori karbohidrat yang cukup.
Sumber kalori yang utama dan harus selalu ada adalah dektrose. Otak dan eritrosit mutlak memerlukan glukosa setiap saat. Jika tidak tersedia terjadi gluneogenesis dari subtrat lain. Kalori mutlak dicukupi lebih dulu. Diperlukan deksrose 6 gram /kg.hari (300 gr) untuk kebutuhan energi basal 25 kcal/kg. Asam amino dibutuhkan untuk regenerasi sel, sintesis ensim dan viseral protein. Tetapi pemberian asam amino harus dilindungi kalori, agar asam amino tersebut tidak dibakar menjadi energi (glukoneogenesis) Tiap gram Nitrogen harus dilindungi 150 kcal berupa karbohidrat. Satu gram Nitrogen setara 6,25 gram protetin. Protein 50 gr memerlukan ( 50 : 6,25 ) x 150 k cal = 1200 kcal atau 300 gram karbohidrat. Kalori dari asam amino itu sendiri tidak ikut dalam perhitungan kebutuhan kalori .
Jangan memberikan asam amino jika kebutuhan kalori belum dipenuhi
3.Tidak melakukan perawatan aseptik.
Penyulit trombplebitis karena iritasi vena sering diikuti radang/ infeksi. Prevalensi infeksi berkisar antara 2-30 % Kuman sering ditemukan adalah flora kulit yang terbawa masuk pada penyulit atau ganti penutup luka infus

2.6 Komplikasi dan Monitoring / Pemantauan penderita
Kemajuan dan kemunduran keadaan umum penderita dipantau setiap harinya, termasuk keseimbangan cairan dan elektrolitnya (bila fasilitas ada).  Pemberian terapi intravena menghadapkan pasien dengan berbagai risiko komplikasi lokal atau sistemik.  Komplikasi lokal seperti flebitis, infiltrasi dan penyumbatan kanula terjadi lebih sering daripada komplikasi sistemik yang mencakup hiperglikemia, septikemia, kelebihan beban sirkulasi dan emboli. Oleh karena itu, pemantauan dan perawatan kateter merupakan komponen penting dalam pemberian cairan intravena.
1. PEMANTAUAN LOKASI PERIFER
Parameter yang harus dipantau meliputi: wadah cairan, selang infus, laju pemberian, alat infus elektronik (jika digunakan), dressing, dan tempat insersi. Frekuensi pemantauan vena perifer tergantung pada terapi yang diresepkan, kondisi dan usia pasien. Tempat pemasangan infus harus dipantau setiap 1 sampai 2 jam. Pasien, anak, geriatri dan kritis memerlukan penilaian lebih sering. (1)
Wadah Larutan Infus
Penilaian sistemik berawal dari wadah cairan dan berlanjut ke selang infus sampai ke alat akses pembuluh darah dan tempat insersi. Jenis larutan dan obat yang ditambahkan dicocokkan dengan instruksi dokter dan informasi yang tercetak pada label wadah.  Wadah harus diberi label tanggal dan jam infus dipasang. Banyak cara bisa digunakan untuk memberi label jam infus digantung  dan laju infus. Stiker tidak boleh ditempel menutupi informasi yang tercetak pada wadah. Wadah tidak boleh diberi label dengan menulis dengan pena atau spidol, karena tinta bisa menembus plastik dan bocor ke larutan intravena. Selanjutnya perhatikan sisa larutan dalam wadah. Perawat menentukan berapa banyak cairan seharusnya tinggal dalam wadah berdasarkan laju pemberian yang diinstruksikan dan waktu yang ditunjukkan.  Kita harus menyadari bahwa infus set dari berbagai pabrik memiliki jumlah tetesan berbeda setiap ml (bisa 15 atau 20 tetes per ml). Jika anda berikan larutan infus dengan laju 20 tetes /menit menggunakan infus set 15 tetes/ml, maka ini sesuai dengan 80 ml per jam. Tampilan juga diperhatikan; harus jernih dan bebas dari kekeruhan dan partikel. Larutan dalam botol kaca membutuhkan infus set dengan ventilasi atau perlu jarum udara.
Selang Infus
Selang yang tepat harus dipasang dengan wadah dan pompa infus. Bila digunakan infus set biasa, ketinggian wadah sebaiknya antara 30 sampai 36 inci(76-100 cm) di atas pasien. Bila wadah ditinggikan, laju aliran akan bertambah. Laju aliran juga bisa berubah dengan perubahan posisi pasien. Jika tempat suntikan terletak di dekat daerah fleksi, setiap pasien menekuk lengan atau pergelangan tangan, laju aliran berubah sehingga menyebabkan hantaran cairan dan obat tidak tepat. Beberapa faktor lain bisa mengubah laju aliran, sebagai berikut:
  • Viskositas cairan : darah, emulsi lemak, atau larutan koloid (misal albumin dan dekstran). Mungkin perlu kanula lebih besar dan hindari vena kecil (misal vena punggung tangan)
  • Temperatur larutan: larutan dingin bisa menginduksi spasme vena dan memperlambat aliran
  • Infiltrasi, flebitis atau trombus



Dressing infus
Dressing dipantau untuk memastikan tetap kering, tertutup dan utuh. Dressing yang utuh berarti pinggir-pinggirnya rapat ke kulit. Jika dressing lembab atau integritasnya tidak baik maka harus segera diganti. Dewasa ini ada dressing transparan dan memiliki keuntungan cepat mendeteksi tanda dini flebitis dan infiltrasi.
Tempat insersi
Blanching
Blanching adalah keputihan mengkilat pada tempat insersi. Ini merupakan petunjuk adanya infiltrasi, atau kebocoran cairan ke jaringan. Jika ada kebocoran pada tempat insersi, pemasangan infus harus diulang. Pembahasan terpisah mengenai infiltrasi  dan flebitis telah diunggah pada situs ini dan bisa diakses.
2. PEMANTAUAN KOMPLIKASI METABOLIK
Komplikasi metabolik terkait dengan nutrisi parenteral bisa serius, tetapi bisa diminimalkan dengan pemantauan adekuat. Komplikasi metabolik akut mencakup defisiensi elektrolit, khususnya kalium, magnesium, fosfor dan kalsium. Defisiensi elektrolit ini lazim dijumpai namun bisa dicegah dengan pemantauan adekuat terhadap kadar plasma. Begitupula halnya dengan defisiensi trace element dan vitamin, khususnya tiamin.  Kelebihan glukosa bisa memperburuk hiperglikemia, yang diikuti dengan prognosis buruk setelah operasi jantung, infark miokard dan stroke. Hiperglikemia juga bisa mengganggu fungsi leukosit sehingga meningkatkan angka infeksi nosokomial. Hipertriglieridemia bisa meningkatkan risiko steatosis hepatis (perlemakan hati). Pemberian infus lipid selama kurun 4-8 jam bisa mengakibatkan hipertensi pulmoner. Trigliserida serum harus diukur sebelum memulai nutrisi parenteral dan sekali seminggu sesudahnya. Sebelum pemberian nutrisi parenteral, pasien dengan gagal ginjal lebih rentan terhadap uremia dan pada mereka dengan deplesi volume rentan terhadap asidosis metabolik. (2)
Pada artikel ini, hanya komplikasi metabolik akut yang disorot.
Definisi komplikasi metabolik akut yang terkait dengan terapi cairan/nutrisi parenteral (3)
a kadar > 2 kali nilai baseline normal mencerminkan kelebihan nutrien. Disadur dari  Buzbyetal. Am J Clin Nutr 1988;47:366–81
 
REKOMENDASI JADWAL PEMANTAUAN PASIEN YANG MENDAPAT NUTRISI PARENTERAL (4)
ALP, alkaline phosphatase; ALT, alanine transaminase; AST, aspartate transaminase; BUN, blood urea nitrogen; CBC, complete blood count
Periode sebelum tujuan nutrisi tercapai atau selama periode beum stabil.  ‡ Setelah stabil, tidak ada perubahan komposisi nutrien.
Hiperglikemia
Hiperglikemia adalah petanda independen dari prognosis buruk dalam berbagai setting klinis, termasuk sindrom koroner akut, bedah jantung, dan persalinan.
Pada pasien tanpa riwayat DM, hiperglikemia jarang diinduksi oleh glukosa parenteral bila laju pemberian maksimum 4 mg/kg/menit. (5)  Jika laju ini diterjemahkan kedalam  ml/kg/jam, ini sesuai dengan 2.4 ml glukosa 10%/kg/jam atau  3.2 ml glukosa 7.5% /kg/jam.
Oleh karena itu, larutan parenteral yang mengandung glukosa  7.5%  (misal Aminofluid®) tidak akan menginduksi hiperglikemia pada pasien 60 kg sepanjang laju pemberian 80 ml/jam  (yang jauh di bawah maksimum  192 ml/jam).
Risiko hiperglikemia meningkat dengan obat-obat : kortikosteroid, gatifloxacin, atypical antipsychotics (dengan pengecualian  Abilify®), protease inhibitors, diuretik tiazid, niacin, lithium, rifampin, phenytoin, dan obat-obat injeksi yang dicampur ke larutan dekstrosa.
Hipertrigliseridemia
Pasien-pasien yang mendapat TPN perlu pemantauan kadar plasma lipid  (trigliserida) yang diukur sebelum dan selama memulai TPN. Ini memiliki kepentingan khusus pada pasien yang memiliki risiko tinggi untuk gangguan bersihan lemak, misal  hiperlipidemia, diabetes, sepsis, atau pasien dengan gangguan fungsi ginjal atau hati, dan pasien sakit kritis (7)
Sekarang ini ada kecenderungan meningkatkan rasio glukosa: lemak dari 50:50 menjadi 60:40 atau bahkan  70:30 total NPC, karena masalah-masalah yang dijumpai mengenai hiperlipidemia dan perlemakan hati, yang kadang-kadang diikuti oleh kolestasis dan pada sebagian pasien dapat berlanjut menjadi steatohepatitis non-alkoholik(Grade C). (8)
Kerugian-kerugian yang tepat dari perlemakan hati dan hipertrigliseridemia belum diketahui. Pada kepustakaan dipastikan bahwa hipertrigliseridemia merupakan faktor risiko untuk berkembangnya arteriosklerosis dan infusi akut dari emulsi lemak yang berisi trigliserida rantai panjang (long-chain triglyceride (LCT)) mengurangi kemampuan relaksasi pembuluh darah. Kekhawatiran utama bahwa infus lemak  bisa mengganggu respons imun tidak didukung oleh meta-analisis terbaru. Namun, banyak ahli menganjurkan menghindari kadar trigliserida lebih dari  5 mmol/dL, walaupun data yang mendukung kurang.  Bila kadar ini dicapai dianjurkan oleh banyak ahli di bidang ini untuk mengurangi kandungan lemak (terutama omega-6) pada nutrisi parenteral atau untuk sementara menghentikan lemak. Pada kasus defisit energi tidak dianjurkan menambah glukosa lebih banyak karena ini bisa melampaui kapasitas oksidasi pasien.
2.7 Penghentian Nutrisi Parental
Penghentian nutrisi parentral harus dilakukan dengan cara bertahap untuk mencegah terjadinya rebound hipoglkemia. Cara yang dianjurkan adalah melangkah mundur menuju regimen hari pertama. Sementrara nutrisi enteral dinaikkan kandungan subtratnya. Sesudah tercapai nutrisi enteral yang adekuat (2/3 dari jumlah kebutuhan energi total) nutrisi enteral baru dapat dihentikan.














BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Nutrisi Parenteral adalah suatu bentuk pemberian nutrisi yang diberikan langsung melalui pembuluh darah tanpa melalui saluran pencernaan. Nutrisi parenteral tidak bertujuan menggantikan kedudukan nutrisi enteral lewat usus yang normal. Segera jika usus sudah berfungsi kembali, perlu segera dimulai nasogastric feeding, dengan sediaan nutrisi enteral yang mudah dicerna.
Nutrisi parenteral dapat diberikan dengan aman jika megikuti pedoman yang tepat. Karena tubuh penderita perlu waktu adapatasi terhadap perubahan mekanisme baru maka selama penyesuaian tersebut jangan memberi beban yang berlebihan.
Pemantauan yang baik terhadap terapi cairan dan nutrisi parenteral paling tidak sama penting dengan pemilihan larutan intravena. Pencegahan dan pengenalan tanda dini komplikasi lokal dan metabolik akan memfasilitasi kesembuhan dan menghindari beban yang tidak perlu ditanggung oleh pasien.
.

3.2 Saran
Pada pemberian nutrisi parenteral, lakukan pemantauan yang tepat untuk menghindari komplikasi. Jika fungsi pencernaan pasien sudah normal lebih baik mencoba untuk memberikan nutrisi secara oral.










DAFTAR PUSTAKA

Potter & Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, proses dan praktik. Volume 2. Jakarta : EGC
http://www.otsuka.co.id/?content=article_detail&id=28&lang=id diakses pada tanggal 23 April 2011 pukul 13.32